Ahad, 31 Mac 2013

Surah 97 > Al-Qadr






Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar,
(Al-Qadr 97:1)

Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui apa dia kebesaran Malam Lailatul-Qadar itu?
(Al-Qadr 97:2)

Malam Lailatul-Qadar lebih baik daripada seribu bulan.
(Al-Qadr 97:3)

Pada Malam itu, turun malaikat dan Jibril dengan izin Tuhan mereka, kerana membawa segala perkara (yang ditakdirkan berlakunya pada tahun yang berikut);
(Al-Qadr 97:4)

Sejahteralah Malam (yang berkat) itu hingga terbit fajar!
(Al-Qadr 97:5)

Sabtu, 30 Mac 2013

Surah 98 Al-Bayyinah






Orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) serta orang-orang musyrik, tidak akan terlepas (dari kepercayaan dan amalan masing-masing) sehingga datang kepada mereka bukti yang jelas nyata, -
(Al-Bayyinah 98:1

Iaitu seorang Rasul dari Allah yang membacakan (kepada mereka) Lembaran-lembaran Suci,
(Al-Bayyinah 98:2)

Terkandung di dalamnya pelajaran-pelajaran dan hukum-hukum yang benar.
(Al-Bayyinah 98:3

Dan orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) itu, tidak berpecah-belah melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang jelas nyata.
(Al-Bayyinah 98:4)

Pada hal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepadaNya, lagi tetap teguh di atas tauhid; dan supaya mereka mendirikan sembahyang serta memberi zakat. Dan yang demikian itulah Agama yang benar.
(Al-Bayyinah 98:5

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik itu akan ditempatkan di dalam neraka Jahannam, kekallah mereka di dalamnya. Mereka itulah sejahat-jahat makhluk.
(Al-Bayyinah 98:6

Seungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itulah sebaik-baik makhluk.
(Al-Bayyinah 98:7)

Balasan mereka di sisi Tuhannya ialah syurga Adn (tempat tinggal yang tetap), yang mengalir di bawahnya beberapa sungai; kekallah mereka di dalamnya selama-lamanya; Allah reda akan mereka dan merekapun reda (serta bersyukur) akan nikmat pemberianNya. Balasan yang demikian itu untuk orang-orang yang takut (melanggar perintah) Tuhannya.
(Al-Bayyinah 98:8

Khamis, 28 Mac 2013

Sebab Binasanya Sesebuah Negeri



وَإِن مِّن قَرْيَةٍ إِلَّا نَحْنُ مُهْلِكُوهَا قَبْلَ يَوْمِ ٱلْقِيَـٰمَةِ أَوْ مُعَذِّبُوهَا عَذَابًۭا شَدِيدًۭا ۚ كَانَ ذَ‌ٰلِكَ فِى ٱلْكِتَـٰبِ مَسْطُورًۭا


Tidak ada sebuah negeri , melainkan Kami (Allah) akan membinasakanya sebelum hari kiamat, atau Kami seksa  dengan seksaan yang amat keras. Adalah yang demikian itu di dalam Kitab telah pun tertulis.

Ayat 58 Surah 17 ( Al-Isra’)
Huraiannya:
Allah menyatakan bahawasanya tiap-tiap sebuah negeri apabila penduduknya melakukan kezaliman yang berupa maksiat dan perbuatan kufur terhadap , maka tidak dapat tidak negeri itu akan dibinasakan sebelum kedatangan hari kiamat. Ataupun  Allah menimpa seksaan dengan mendatangkan berbagai-bagai bencana dan malapetaka yang besar, sehingga banyak penduduk negeri yang tewas dan menderita.
Kata Abdullah bin Mas’ud : Apabila telah banyak berlaku perbuatan zina dan riba di kalangan penduduk sebuah negeri , maka Allah akan menghukum dengan membinasakan mereka.
Allah memperlakukan demikian disebabkan dosa-dosa mereka dan kesalahan-kesalahan yang telah mereka kerjakan. Hal yang seperti itu , ada dijelaskanNya  mengenai umat-umat yang terdahulu – di antara firmanNya pada ayat (118 surah an-Nahl):
Kami tidak menganiaya mereka , tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri.
Begitu juga firmanNya pada ayat (8 surah at-Talaq):
Berapa banyak sudah negeri yang (penduduknya) menderhakai perintah Allah dan RasulNya, lalu Kami perkirakan dianya dengan perkiraan yang keras, dan Kami menyeksanya dengan seksaan yang mengerikan.
Kemudian Allah menyatakan pula dengan firmanNya:
Adalah yang demikian itu di dalam kitab telah tertulis.
Yakni:  Keputusan yang tersebut itu sudahpun ditulis di dalam Lohmahfuz, atau telah sedia ada di dalam pengetahuan Allah.
Dalam hubungan ini at-Tarmidzy telah mengeluarkan hadis yang diriwayatkan daripada Ubbadah bin ash-Shamit, katanya : Saya dengar Rasullullah (s.a.w) telah bersabda:
Sesungguhnya makhluk yang mula-mula sekali dijadikan oleh Allah ialah qalam, lalu Allah bertitah kepadanya : Tulislah! Qalam bertanya: apa yang akan saya tulis ?  Allah mengatakan : Tulislah barang yang sudah ditakdirkan dan apa saja yang berlaku hingga hari kiamat.

Sumber rujukan : Ahmad Sonhadji Mohamad

Surah ke 99 > al-Zalzalah




AL-ZALZALAH
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani

(1) Apabila bumi digegarkan dengan gegaran yang sedahsyat-dahsyatnya,

(2) Serta bumi itu mengeluarkan segala isinya,

(3) Dan berkatalah manusia (dengan perasaan gerun): Apa yang sudah terjadi kepada bumi?

(4) Pada hari itu bumi pun menceritakan khabar beritanya:

(5) Bahawa Tuhanmu telah memerintahnya (berlaku demikian).

(6) Pada hari itu manusia akan keluar berselerak (dari kubur masing-masing) untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) amal-amal mereka.

(7) Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)!

(8) Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)!


Rabu, 27 Mac 2013

Kehebatan Al-Quran



[21]Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini ke atas sebuah gunung, nescaya engkau melihat gunung itu khusyuk serta pecah belah kerana takut kepada Allah. Dan (ingatlah), misal-misal perbandingan ini Kami kemukakan kepada umat manusia, supaya mereka memikirkannya.

[22]Dia lah Allah, yang tidak ada Tuhan melainkan Dia; Yang Mengetahui perkara yang ghaib dan yang nyata; Dia lah Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.

[23]Dia lah Allah, yang tidak ada Tuhan melainkan Dia; Yang Menguasai (sekalian alam); Yang Maha Suci; Yang Maha Selamat Sejahtera (dari segala kekurangan); Yang Maha Melimpahkan Keamanan; Yang Maha Pengawal serta Pengawas; Yang Maha Kuasa; Yang Maha Kuat (menundukkan segala-galanya); Yang Melengkapi segala KebesaranNya. Maha Suci Allah dari segala yang mereka sekutukan denganNya.

[24]Dia lah Allah, Yang Menciptakan sekalian makhluk; Yang Mengadakan (dari tiada kepada ada); Yang Membentuk rupa (makhluk-makhlukNya menurut yang dikehendakiNya); bagiNyalah nama-nama yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya; bertasbih kepadaNya segala yang ada di langit dan di bumi; dan Dia lah Yang tiada bandingNya, lagi Maha Bijaksana.

Surah: 48 Al-Fat-h

Surah ( 100 ) > Al-'adiyat;







[1] Demi Kuda Perang yang tangkas berlari dengan kedengaran kencang nafasnya,

[2] Serta mencetuskan api dari telapak kakinya

[3] Dan meluru menyerbu musuh pada waktu subuh,

[4] Sehingga menghamburkan debu pada waktu itu,

[5] Lalu menggempur ketika itu di tengah-tengah kumpulan musuh;

[6] Sesungguhnya manusia sangat tidak bersyukur akan nikmat Tuhannya.

[7] Dan sesungguhnya ia (dengan bawaannya) menerangkan dengan jelas keadaan yang demikian;

[8] Dan sesungguhnya ia melampau sangat sayangkan harta (secara tamak haloba).

[9] (Patutkah ia bersikap demikian?) Tidakkah ia mengetahui (bagaimana keadaan) ketika dibongkarkan segala yang ada dalam kubur?

[10] Dan dikumpul serta didedahkan segala yang terpendam dalam dada?

[11] Sesungguhnya Tuhan mereka Maha Mengetahui dengan mendalam tentang (balasan yang diberikanNya kepada) mereka – pada hari itu.

Selingan : > Manfaat Menarik Nafas


  1. Mengurangi stres.
  2. Latihan pernapasan dalam dapat mengurangi tingkat stres, mengurangi panik dan ketakutan serta membantu Anda berpikir jernih. Napas dalam merangsang sistem saraf parasimpatis yang memperlambat denyut jantung. Rupanya pernapasan juga dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
  3. Mendetoksifikasi tubuh
    Napas dalam membersihkan darah, memompa darah ke seluruh bagian tubuh, dan membuang racun dari tubuh Anda.
  4. Menguatkan otot paru-paru
    Latihan pernapasan dalam memperkuat otot paru-paru dan meningkatkan pasokan oksigen ke tubuh Anda. Karena gaya hidup memicu kita untuk kurang menghirup oksigen, maka pernapasan dalam menjamin Anda mendapatkan oksigen yang cukup. Kekurangan oksigen juga berakibat kelelahan dan kurangnya konsentrasi.
  5. Mengurangi rasa gugup
    Rasa gugup dapat dialami siapa saja. Ketika gugup datang, seseorang bisa saja mengalami kesulitan berbicara. untuk mengatasinya diperlukan menarik napas dalam. Lakukan hal tersebut, dijamin Anda akan jauh lebih tenang.
Lantas, bagaimana melakukan latihan pernapasan sederhana yang mendalam?
Duduk dan renggangkan kaki Anda lalu letakkan tangan Anda pada lutut. Hirup napas dari hidung sebanyak-banyaknya sampai perut mengembang kira-kira 30 saat. Kemudian buang napas melalui mulut secara perlahan.
Nah, dengan mengambil napas dalam-dalam akan membantu membuat tubuh lebih sehat secara mendalam. Jadi luangkan waktu Anda untuk melakukan teknik pernapasan ini demi kebugaran tubuh dan pikiran.

sumber : duniabaca.com

Selasa, 26 Mac 2013


Syarat Diterimanya Amalan


Syarat Diterimanya Amalan

Posted  
Ditulis oleh Salafy Kendari
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji hanyalah milik Allah subhanahu wata’ala, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga kepada seluruh shahabat dan keluarga serta yang mengikuti Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hingga hari akhir. Amma ba’adu.
Ketahuilah wahai saudaraku kaum muslimin yang semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan hidayah kepada kita semua untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan menerima suatu amalan apa saja dari siapapun kecuali setelah terpenuhi darinya dua syarat yang sangat mendasar dan prinsip yaitu:
1. Amalan tersebut harus dilandasi keikhlasan hanya kepada Allah ‘azza wa jalla semata, sehingga pelaku amalan tersebut sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya tersebut kecuali wajah Allah subhanahu wata’ala.
2. Kaifiyat amalan tersebut harus sesuai dengan petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalil dari kedua syarat tersebut disebutkan oleh Allah subhanahu wata’ala di beberapa tempat dalam Al-Qur’an di antaranya:
“Yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kalian siapa di antara kalian yang paling baik amalannya”. [Q.S Al Mulk: 2]
Berkata Al Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah (18/250) menafsirkan firman Allah subhanahu wata’ala
أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
yaitu: yang paling ikhlasnya dan yang paling benarnya. Karena sesungguhnya amalan jika dida sari rasa ikhlas akan tetapi belum benar maka tidak akan diterima dan jika amalan itu benar akan tetapi tidak ikhlas maka tidak diterima juga sampai amalan tersebut ikhlas dan benar.
Yang ikhlas adalah hanya untuk Allah subhanahu wata’ala semata dan yang benar adalah berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam ibadahnya kepada Tuhannya”. [Al-Kahfi: 110]
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya ketika mentafsirkan ayat di atas
فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صٰلِحًا
yaitu: yang hanya diinginkan dengannya wajah Allah ‘azza wa jalla tanpa ada sekutu bagi-Nya.
Inilah dua rukun dari amalan yang diterima, harus ikhlas hanya kepada Allah ‘azza wa jalla dan benar di atas syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syarat pertama:
Pemurnian keikhlasan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala
Ini adalah konsekuensi dari syahadat pertama yaitu persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dan diibadahi kecuali hanya Allah ‘azza wa jalla serta meninggalkan dan berlepas diri dari berbagai macam bentuk kesyirikan dan penyembahan kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesunguhnya kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan-memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” [Q.S Az Zumar: 2-3]
Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama’.” [Q.S Az Zumar: 11]
Selanjutnya Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam ayat lain:
“Katakanlah: ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku’.” [Q.S Az Zumar: 14]
Juga firman Allah subhanahu wata’ala:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. …” [Q.S Al Bayyinah: 5]
Keihklasan yang diinginkan di sini adalah mencakup dua perkara:
1. Lepas dari syirik asghor (kecil) berupa riya’ (ingin dilihat), sum’ah (ingin didengar), keinginan mendapat balasan duniawi dari amalnya dan yang semisalnya dari bentuk-bentuk ketidak ikhlasan karena semua niat-niat di atas menyebabkan amalan yang sedang dikerjakan sia-sia, tidak ada artinya dan tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits Qudsy:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ مَعِيْ فِيْهِ غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ
“Siapa saja yang beramal dengan satu amalan apapun yang dia memperserikatkan Saya (Allah) bersama selain Saya dalam amalannya tersebut maka akan Saya tinggalkan dia bersama sekutunya tersebut”. [Riwayat Muslim dari Abu Hurairah]
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” [Q.S Hud: 15-16]
2. Lepas dari syirik akbar (besar) yaitu menjadikan sebahagian atau seluruh amalan ibadahnya untuk selain Allah subhanahu wata’ala dan perkara yang kedua ini lebih berbahaya, tidak hanya membuat ibadahnya sia-sia dan tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala bahkan seluruh ibadah yang telah diamalkan akan terhapus. Allah subhanahu wata’ala mengancam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Nabi seluruhnya dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah seluruh amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [Az Zumar: 65]
Dan semakna dengan firman Allah ‘azza wa jalla dalam surah Al-An’am ayat 88:
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”
Syarat kedua:
Pemurnian ittiba’ (pengikutan) kepada Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
Ini adalah konsekuensi syahadat yang kedua yaitu persaksian bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah ‘azza wa jalla kepada para hamba agar mengajari mereka cara penyembahan kepada Allah ‘azza wa jalla, dan ini juga merupakan rukun syahadat yang kedua ini yaitu: tidak menyembah Allah ‘azza wa jalla kecuali dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka Allah subhanahu wata’ala tidak boleh disembah dengan cara-cara yang bid’ah (tidak dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan shohabatnya), tidak pula dengan hawa nafsu, adat-istiadat, kebiasaan, perasaan, atau anggapan-anggapan yang baik karena sesungguhnya asal dari ibadah itu haram kecuali ada nash perintah dari Allah subhanahu wata’ala atau dari Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S Ali Imran: 31]
Berkata Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya: “ayat yang mulia ini adalah hakim atas semua orang yang mengaku mencintai Allah ‘azza wa jalla akan tetapi dia tidak di atas jalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena sesungguhnya dia dusta dalam pengakuannya tersebut sampai dia mengikuti syari’at Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan agama kenabian pada seluruh ucapan dan perbuatannya”. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan Aku ridhoi Islam sebagai agama kalian.” [Q.S Al Maa’idah: 3]
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “ini adalah nikmat terbesar dari seluruh nikmat Allah ‘azza wa jalla atas umat ini yaitu Allah subhanahu wata’ala telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya dan tidak pula membutuhkan Nabi selain Nabi mereka. Oleh karena itulah Allah subhanahu wata’ala menjadikan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penutup para Nabi, mengutus Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seluruh manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal kecuali apa yang Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam halalkan, tidak ada yang haram kecuali apa yang Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam haramkan dan tidak ada agama kecuali apa yang Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam syari’atkan”.
Maka siapa saja yang beramal dengan suatu ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka amalan tersebut tertolak dan sia-sia di sisi Allah ‘azza wa jalla. Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 23:
“Dan kami hadapkan kepada amalan yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan.”
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هٰذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.” [Riwayat Bukhari dan Muslim]
Dan dalam riwayat Muslim rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang beramal dengan satu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka amalan itu tertolak.”
Mungkin ada yang bertanya, apa ukuran yang menunjukkan bahwa kita telah mewujudkan ittiba’ (mencocoki) apa yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?? Maka ittiba’ itu dapat terwujud dengan 6 perkara:
1. Sebab pelaksanaannya: Yaitu siapa saja yang beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sebab yang tidak disyari’atkan Allah subhanahu wata’ala maka ibadah itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.
Contohnya: Seorang yang merayakan hari maulid (kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan alasan sebagai bentuk kecintaan dan mengirimkan sholawat pada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ini bukan ittiba’ walaupun mencintai dan bersholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibadah, akan tetapi tatkala menjadikan hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai sebab untuk melakukan ibadah tersebut padahal Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menjadikan hal ini sebagai sebab untuk mencintai dan bersholawat pada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan dari kalangan shohabat yakni Abu Bakar, Utsman, ‘Umar dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum tidak pernah melakukan perayaan hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana mereka terkenal kecintaan dan pembelaannya terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak ada satupun riwayat baik yang shohih maupun yang dho’if menjelaskan perbuatan mereka. Maka perayaan ini jelas bukanlah bentuk ittiba’ pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Jenisnya: Misalkan dalam hewan kurban, syari’at telah menentukan dari jenis bahimatu an’am (binatang ternak) yaitu onta, sapi, domba dan kambing, ternyata ada yang menyembelih kuda maka ini bukan jenis yang ditentukan oleh syari’at sehingga orang yang menyembelih kuda tidak dianggap sebagai udhiyyah (kurban).
3. Ukurannya: Misalnya ada yang sholat subuh empat rakaat maka ini tidak diterima oleh Allah ‘azza wa jalla karena menyelisihi syari’at yang mana sholat subuh adalah dua rakaat.
4. Sifatnya: Misalnya ada yang wudhu mendahulukan mencuci muka sebelum tangan atau sholat dimulai dengan sujud.
5. Waktu pelaksanaannya: Bila ada orang sholat subuh sebelum munculnya fajar shodiq atau menyembelih hewan kurban sebelum sholat Idul Adha.
6. Tempat pelaksanaannya: Misalnya ada orang thowaf kepada Allah ‘azza wa jalla di kuburan para wali atau i’tikaf di kamar rumahnya maka ini tidak akan diterima karena thowaf disyari’atkan di Ka’bah dan i’tikaf disyari’atkan di masjid.
Semoga Allah ‘azza wa jalla senantiasa membimbing kita untuk selalu ikhlas dalam ibadah pada-Nya dan juga menuntun kita untuk mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga ajal menjemput kita dan semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang barang siapa meminumnya maka tidak akan merasa haus selamanya dan semoga pula kita tidak termasuk orang-orang yang terusir dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yakni dari golongan pelaku dosa-dosa besar dan orang-orang yang mengadakan perubahan (dalam urusan agama) sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hal ini telah disebutkan dalam shohih Bukhari, shohih Muslim, Imam Ahmad, dan selainnya.
وَالله ُتَعَالىَ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعٰلَمِيْنَ
Maroji’ (rujukan):
Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah.
Al Qoulul Mufid fi Adilati Tauhid

Menuju Cahaya Allah


Berhijrah menuju Cahaya Allah

(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusiadari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. [Ibrahim (14): 1]
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [Al Baqarah (2): 257]
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. [Al Ahzab (33): 43]
(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. [Ath Thalaq (65): 11]

Arti Bulan-Bulan Islam


Blog AlHabib

1. Muharam: berarti terlarang atau suci. Pada bulan ini kaum Arab biasa menahan diri/melarang untuk berperang.
2. Shafar: diberi nama demikian karena bangsa Arab biasa meninggalkan rumah-rumah mereka untuk berdagang atau memerangi musuh. Sebagian juga berpendapat mereka biasa meninggalkan rumah ke negeri yang lebih sejuk untuk menghindari panas.
3. Rabi` al-Awwal: diberi nama demikian karena biasanya bersamaan dengan datangnya musim semi yang sejuk.
4. Rabi` al-Akhar: ini adalah paruh kedua dari musim semi dan memasuki musim dingin.
5. Jumada al-Ula: pada bulan ini, air terkadang membeku karena dinginnya musim.
6. Jumada al-Ukhra: ini adalah bulan kedua dari musim dingin.
7. Rajab: berasal dari kata bahasa Arab yang berarti men-sucikan sesuatu. Bulan ini merupakan salah satu dari bulan-bulan haram, di mana perang dilarang.
8. Sya’ban: berasal dari kata tasy’aba yang berarti pergi ke berbagai arah atau memencar. Bangsa Arab biasa pergi ke segala penjuru untuk mencari air, atau mencari nafkah atau memerangi musuh.
9. Ramadhan: kata Ramadhan berakar dari kata ar-ramdha yang menunjukkan suasana cuaca yang panas.
10. Syawwal: berasal dari kata tasyawwala yang berarti sedikitnya atau langkanya produksi susu dari unta-unta betina. Syawwal juga berarti naiknya suhu udara ketika memasuki musim panas.
11. Dzulqaidah: merujuk kepada kebiasaan orang Arab untuk duduk-duduk di rumah mereka, menghindari panas dan menolak berperang. Bulan ini juga merupakan salah satu bulan haram.
12. Dzulhijjah: dinamai demikian karena pada bulan inilah dilaksanakan prosesi ibadah Haji.
Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan serta kecintaan kita kepada kalender islam.

Surah 101 Al-Qaariah










[1] Hari yang menggemparkan,

[2] Apa dia hari yang menggemparkan itu?

[3] Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui kedahsyatan hari yang menggemparkan itu? -

[4] (Hari itu ialah: hari kiamat), hari manusia menjadi seperti kelkatu yang terbang berkeliaran,

[5] Dan gunung-ganang menjadi seperti bulu yang dibusar berterbangan.

[6] Setelah berlaku demikian, maka (manusia akan diberikan tempatnya menurut amal masing-masing); adapun orang yang berat timbangan amal baiknya, -

[7] Maka ia berada dalam kehidupan yang senang lenang.

[8] Sebaliknya orang yang ringan timbangan amal baiknya, -

[9] Maka tempat kembalinya ialah “Haawiyah”

[10] Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui, apa dia “Haawiyah” itu?

[11] (Haawiyah itu ialah): api yang panas membakar.

Isnin, 25 Mac 2013

Surah At-Takaathur dan Terjemahan




Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.


Kamu telah dilalaikan (daripada mengerjakan amal bakti) oleh perbuatan berlumba-lumba untuk mendapat dengan sebanyak-banyaknya (harta benda, anak-pinak pangkat dan pengaruh), -
(At-Takaathur 102:1)


Sehingga kamu masuk kubur.
(At-Takaathur 102:2)


Jangan sekali-kali (bersikap demikian)! Kamu akan mengetahui kelak (akibatnya yang buruk semasa hendak mati)!
(At-Takaathur 102:3)


Sekali lagi (diingatkan): jangan sekali-kali (kamu bersikap demikian)! Kamu akan mengetahui kelak (akibatnya yang buruk pada hari kiamat)!
(At-Takaathur 102:4


Demi sesungguhnya! Kalaulah kamu mengetahui - (apa yang kamu akan hadapi) - dengan pengetahuan yang yakin, (tentulah kamu akan mengerjakan perkara-perkara yang menjadi bekalan kamu untuk hari akhirat).
(At-Takaathur 102:5)


(Ingatlah) demi sesungguhnya! - Kamu akan melihat neraka yang marak menjulang.
(At-Takaathur 102:6)


Selepas itu - demi sesungguhnya! - kamu (wahai orang-orang yang derhaka) akan melihatnya dengan penglihatan yang yakin (semasa kamu dilemparkan ke dalamnya)!
(At-Takaathur 102:7)


Selain dari itu, sesungguhnya kamu akan ditanya pada hari itu, tentang segala nikmat (yang kamu telah menikmatinya)!
(At-Takaathur 102:8)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Allbani


Biografi Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Beliau adalah Pembaharu Islam (mujadid) pada abad ini. Karya dan jasa-jasa beliau cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu Hadits. Beliau telah memurnikan Ajaran islam terutama dari hadits-hadits lemah dan palsu, meneliti derajat hadits.
Nasab (Silsilah Beliau)
Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari`at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum`iyah al-Is`af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida`iyah. Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur`an dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni `an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya` Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).
Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana (Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan.
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Pengalaman Penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid`ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.
Beberapa Tugas yang Pernah Diemban
Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar di Jami`ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam`iyah Islamiyah di sana. Mandapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.
Beberapa Karya Beliau
Karya-karya beliau amat banyak, diantaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul. Beberapa Contoh Karya Beliau yang terkenal adalah :
1. Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
2. Al-Ajwibah an-Nafi`ah `ala as`ilah masjid al-Jami`ah
3. Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
4. Silisilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wal maudhu`ah
5. At-Tawasul wa anwa`uhu
6. Ahkam Al-Jana`iz wabida`uha
Di samping itu, beliau juga memiliki kaset ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat.
Selanjutnya Syeikh al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku foto copyan, manuskrip-manuskrip (yang ditulis oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya diserahkan ke perpustakaan Jami`ah tersebut dalam kaitannya dengan dakwah menuju al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush Shalih (sahabat nabi radhiyallahu anhum), pada saat beliau menjadi pengajar disana.
Wafatnya
Beliau wafat pada hari Jum`at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani rahmatan wasi`ah wa jazahullahu`an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi an-Na`im al-Muqim.