Khamis, 19 Disember 2013

Doa Rasulullah

Daripada Abu Musa al-Asyaari ra, Rasulullah berdoa: 

Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kebodohanku, dan perbuatanku yang berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kemalasanku, kesengajaanku, kebodohanku, gelak tawaku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan dan dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan, Engkaulah yang mendahulukan dan Engkaulah yang mengakhirkan, serta Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

 (riwayat Bukhari)
 

Isnin, 9 Disember 2013

Merenungkan Sebab Berbagai Bencana di Muka Bumi


Berbagai kebaikan di muka bumi itu karena sebab mentauhidkan Allah dan beribadah pada-Nya. Sedangkan berbagai musibah dan bencana yang datang itu karena sebab perbuatan syirik dan maksiat. Inilah yang patut direnungkan ketika kita mendapati musibah yang menimpa diri kita, menimpa keluarga bahkan bangsa kita.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang merenungkan kejadian-kejadian di muka bumi, maka akan didapati bahwa setiap kebaikan yang ada di bumi itu disebabkan karena mentauhidkan Allah dan ibadah pada-Nya, serta taat pada Rasul-Nya -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sedangkan segala kejelekan di muka bumi, fitnah (musibah), bencana, kekeringan dan ditindas oleh musuh, itu disebabkan karena menyelisihi perintah Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan menduakan Allah dalam ibadah (syirik)Barangsiapa yang benar-benar merenungi hal ini, maka akan ia dapati bahwa hal ini bisa terjadi pada diri kita secara khusus, yang lainnya secara umum dan khusus. Wa laa hawla wa laa quwwata illa billah, tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah.” (Majmu’ Al Fatawa, 15: 25)
Moga menjadi bahan introspeksi diri …
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, memperbaiki akidah kita dan menyelamatkan kita dari berbagai musibah. Aamiin, Yaa Mujibas Saa-ilin.

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, faedah di pagi hari penuh berkah, 26/12/1433

Selasa, 26 November 2013

Tanda Hitam Di Dahi

10 Agustus, 2009
CATEGORY: NASEHAT
6757217
Tanya:
“Bagaimana cara menyamarkan/menghilangkan noda hitam di kening/di jidat karena sewaktu sujud dalam shalat terlalu menghujam sehingga ada bekas warna hitam?”
0281764xxxx
Jawab:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).
Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyukan.
Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalahshalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij(baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”.
Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya.
Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,
يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).
Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.

Selasa, 19 November 2013

Dunia yang Fana

Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم memegang pundakku, lalu bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رضي الله عنهما يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” Lalu Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata: “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore, dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit, dan waktu hidupmu sebelum kamu mati,” (HR. Bukhari No. 6416).

Isnin, 18 November 2013

Bab Zakat

DI dalam Islam telah disyariatkan agar umat Islam yang mahu berzakat, hendaklah mengutamakan pemberian zakatnya kepada pihak amil (institusi zakat) yang telah dilantik oleh pihak pemerintah Islam. Ini kerana, daripada aspek pengagihan zakat, maka para amil sepatutnya lebih tahu, lebih mahir dan lebih saksama dan adil dalam agihannya. Atas dasar itu jugalah, para fuqaha menyarankan, bahawa tidak boleh seseorang muzakki (pembayar) itu mengeluarkan sendiri zakatnya, melainkan ia hendaklah diserahkan kepada amil yang telah disediakan.
Imam al-Qurtubi menyatakan: "Apabila pemerintah berlaku adil dalam mengambil dan membahagikan harta zakat, maka tidak boleh bagi pemilik harta mengagihkannya sendiri zakatnya." Manakala Atha’ pula berkata: "Berikanlah zakat itu kepada pemerintah apabila mereka mengeluarkannya tepat kepada sasarannya." (Eksklusif Zakat, hal. 110)
Apa yang berlaku, seandainya muzakki itu mengeluarkan sendiri zakatnya tanpa amil, dia mungkin tidak begitu mengetahui latar belakang penerimanya, maka di saat itulah dia mudah ditipu. Harus diingat, tersalah memberi sedekah adalah tidak sama dengan tersalah memberikan zakat, kerana sedekah adalah sunat hukumnya sedangkan zakat adalah ibadah rukun yang fardu, maka ada kaedah sah dan batalnya.
Dek kerana itulah, ada fuqaha yang mewajibkan, jika seseorang itu tersalah berzakat sehingga terjatuh kepada si penipu, maka wajib atas dirinya mengeluarkan sekali lagi zakatnya dan jika dia tidak mengeluarkannya, dia dikira masih berhutang kepada Allah SWT.
Kesimpulannya, tunaikanlah zakat kepada pihak amil yang telah disediakan dan tidaklah menjadi kesalahan bagi muzakki untuk memantau agihan yang dilaksanakan oleh pihak amil. Seandainya terbukti pihak amil menyeleweng zakat, maka berikanlah teguran yang wajar.
Jika memang didapati pihak amil telah gagal memikul tugas mengagih zakat dengan berkesan, maka kala itu baharulah ulama memberikan izin agar muzakki memberikan zakatnya sendiri kepada penerima. Seandainya itu belum terjadi, maka sentiasalah mengutamakan institusi zakat, demi menjamin agihan yang lebih tepat dan berkesan terlaksana. Wallahua’lam.


Artikel Penuh: http://www.utusan.com.my/utusan/Bicara_Agama/20131115/ba_02/Kerugian-agih-sendiri-zakat#ixzz2kwmEBVy6
© Utusan Melayu (M) Bhd 

Rabu, 23 Oktober 2013

Hadis Nabi

Rasullulah bersabda: "Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu.. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutnya dalam perkara-perkara kecil"

Jumaat, 18 Oktober 2013

Tanya Jawab mengenai Zakat

Mengeluarkan Zakat Melalui Badan Amil Zakat
Tanya:
Assalaamu’alaikum Ustadz
Saya diamanahkan oleh paman untuk membayarkan zakat hartanya. Beliau sudah mentransfer sejumlah uang. Seorang sahabat saya yg cukup berilmu mengatakan bahwa saya tidak boleh langsung membagikan zakat tsb karena saya bukan amil zakat. Maka saya sebaiknya menyerahkan zakat tsb ke badan amil zakat. Hanya saja jika ini saya lakukan maka amanah paman saya tidak bisa direalisasikan. Apakah memang harus diserahkan ke BAZ, bagaimana syari’at menjelaskan hal ini ? apakah saya boleh membagikan zakat tsb langsung ke mustahiqnya ?
Syukron wa jazakallaahu khairan
Abu Raihan [aburaihan32@gmail.com]
Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Anda boleh saja langsung menyalurkan zakat itu sendiri kepada yang berhak berdasarkan amanah dari paman. Hal itu dikarenakan, selain karena amanah itu wajib ditunaikan, menyerahkan zakat secara langsung kepada yang berhak itu lebih utama daripada melalui badan tertentu. Wallahu a’lam.
Allahumma kecuali jika pemerintah menetapkan bahwa seluruh rakyat harus menyetorkan zakat-zakat mereka kepada BAZ (Badan Amil Zakat) yang resmi ditunjuk oleh pemerintah, untuk selanjutkan akan dibagikan kepada yang berhak, maka dalam keadaan seperti ini anda wajib menyerahkan zakat tersebut kepada BAZ sebagai bentuk ketaatan kepada penguasa. Dan perbuatan itu insya Allah tidak teranggap melalaikan amanah, karena intinya harta itu akan sampai kepada yang berhak. Wallahu a’lam




Meminta Pertolongan Jin Untuk Mengetahui Jenis Penyakit

http://www.islamqa.com/id/11114


Meminta Pertolongan Jin Untuk Mengetahui Jenis Penyakit
Apa hukum meminta pertolongan jin untuk mengetahui adanya hipnotis atau sihir, demikian juga untuk juga mempercayai omongan jin yang merasuk ke tubuh orang sakit dengan klaim bahwa ia terkena sihir atau hipnotis, menurut pengakuan jin itu?




Tidak boleh meminta bantuan jin untuk mengetahui penyakit yang hinggap atau cara mengobatinya. Karena meminta pertolongan dari jin itu syirik, berdasarkan firman Allah:
"Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.." (Q.S Al-Jin : 6)
Juga firman Allah:
"Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman):"Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia", lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia:"Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman:"Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (Q.S Al-An'aam : 128)
Arti mengambil kesenangan sebagian mereka dari yang lain adalah bahwa manusia memuliakan jin dan jin itu membantu mereka dalam hal yang mereka inginkan, serta mendatangkan apa yang mereka minta. Di antaranya adalah memberitahukan kepada mereka kondisi penyakit dan sebab-sebabnya yang hanya diketahui oleh jin dan tidak diketahui oleh manusia. Terkadang mereka berdusta, karena mereka memang tidak bisa dipercaya dan tidak boleh mempercayai mereka. Wallahu A'lam.
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta

Isnin, 30 September 2013

Renung Sejenak

“Hendaklah kamu lebih memperhatikan diterimanya amal daripada amal itu sendiri, kerana amal tidak boleh diterima kecuali disertai dengan takwa, dan betapa sedikitnya amal yang diterima” (Ali bin Abi Thalib r.a.).

Khamis, 19 September 2013

Makna Fakir


 لِلۡفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبً۬ا فِى ٱلۡأَرۡضِ يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَـٰهُمۡ لَا يَسۡـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافً۬ا‌ۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ (٢٧٣)
(Pemberian sedekah itu) ialah bagi orang-orang fakir  yang telah menentukan dirinya (dengan menjalankan khidmat atau berjuang) pada jalan Allah (membela Islam), yang tidak berupaya mengembara di muka bumi (untuk berniaga dan sebagainya); mereka itu disangka: Orang kaya oleh orang yang tidak mengetahui halnya, kerana mereka menahan diri daripada meminta-minta. Engkau kenal mereka dengan (melihat) sifat-sifat dan keadaan masing-masing, mereka tidak meminta kepada orang ramai dengan mendesak-desak dan (ketahuilah), apa jua yang kamu belanjakan dari harta yang halal maka sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahuinya. (273)

Rabu, 18 September 2013

Fii Sabiilillah

Seandainya fii sabiilillah itu dimaknai semua jalan kebaikan, maka tidak ada faedahnya QS. At-Taubah ayat 60 terdapat pembatasan (hasr) dengan penyebutan delapan golongan penerima zakat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengalokasikan harta zakat untuk pembangunan masjid, jalan, pasar, dan sejenisnya dari jalan-jalan kebaikan secara umum, padahal tidak ada halangan bagi beliau untuk melaksanakannya. Hal ini menandakan pengalokasian tersebut memang tidak disyariatkan. Selain bertentangan dengan nash, ijtihad Anas bin Maalik dan Al-Hasan tersebut juga bertentangan dengan pendapat mayoritas salaf.

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/09/makna-fii-sabiilillah.html#more

Rabu, 11 September 2013

Isteri Nusyuz

Syaikh Prof. DR. Shalih Fauzan Al-Fauzan Hafizhahullah (seorang anggota majelis ulama besar kerajaan saudi Arabia dan anggota Islamic Fiqh Academy (IFQ) Liga Muslim Dunia (Rabithoh al-’Alam al-Islami)) memaparkan: “Apabila keadaan istri tidak lurus agamanya, seperti meninggalkan shalat atau suka mengakhirkan pelaksanaannya di akhir waktu, sementara suami tidak mampu memperbaikinya, atau bila tidak memelihara kehormatannya, maka menurut pendapat yang rajih, suami dalam kondisi ini wajib untuk menceraikan istrinya.” (Al-MulakhasAl-Fiqhi, 2/305)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Raahimahullahu Ta’ala berkata: “Jika istri berzina, maka suami tidak boleh tetap mempertahankannya dalam kondisi ini. Kalau tidak, ia menjadi dayyuuts(suami yang membiarkan maksiat terjadi di dalam rumah)”.
Adapun bila ia tidak mau bercerai dan mengaku masih mencintai suaminya, maka ini bohong. Bila ia cinta sama suaminya kenapa harus selingkuh. Wanita yang baik dan normal tidak akan berselingkuh dengan lelaki lain, sebab ia memiliki rasa malu yang jauh lebih besar dari lelaki. Bila ia telah selingkuh dengan lelaki lain maka rasa malu tersebut tentunya hilang dan kemungkinan berselingkuh lagi sangat besar sekali. Bagaimana tidak? Ia tidak puas dengan suaminya yang ada dan telah merasakan keindahan semu selingkuhnya dengan PIL (pria Idaman Lain). Wanita yang secara umum perasaannya lebih menguasai dari akal sehatnya tentu kemungkinan mengulanginya lagi itu sangat mungkin. Apalagi PIL nya tersebut masih membuka pintu baginya.
Karena itu nasehat saya kepada suami, ceraikan saja wanita tersebut dan berilah ia kemudahan untuk mendapatkan yang ia angan-angankan. Dengan bertawakkal kepada Allah dan mengikhlaskan perceraian tersebut kepada Allah maka Allah akan menggantikan dengan yang lebih daik darinya.
Mudah-mudahan jawaban ini memberikan pencerahan yang gamblang terhadap para suami yang tertimpa musibah memiliki istri tidak setia dan pelajaran bagi kita semua untuk berhati-hati dalam memilih pendamping kita. Lihat agamanya dan akhlaknya nanti kamu akan beruntung, seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.

Jumaat, 23 Ogos 2013

Renung Sejenak 2

"Wahai pembaca yg patut dikasihani dan tidak berdaya! Apa yang engkau dapat dari membaca al-Quran hanyalah berupa gerakan lidah. Seandainya engkau merenungkan apa yang engkau baca, maka hatimu akan hancur oleh apa yang membuat rambut Rasullullah s.a.w beruban. Tetapi kalau engkau sudah merasa cukup puas hanya sekadar menggerakkan lidah, engkau tidak memperolehi buah al-Quran " – Imam Al Ghazali (dzikr al-maut wa ma ba’dahu -ihya ulumuddin)

Rabu, 21 Ogos 2013

Renung Sejenak

Penjelasan Nabi atas Surat Al Fatihah yang biasa kita baca:

Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah SAW ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’

Orang-orang yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [Al Maa-idah 51]

Hanya orang munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi Islam dan membantai ummat Islam:

“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” [Al Maa-idah 52]



http://blog.al-habib.info

Ahad, 18 Ogos 2013

Fidyah Puasa Tidak boleh Dalam Bentuk Wang

 Adapun membayar fidyah dalam bentuk uang, maka hukumnya tidak boleh. Karena dalam nash dalil disebutkan dengan lafazh “memberi makan”. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Al-Baqarah : 184)
Seorang ‘ulama ahli fiqh international, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya dengan pertanyaan serupa beliau menjawab sebagai berikut :
“Wajib atas kita untuk mengetahui salah satu kaidah penting, yaitu bahwa apa yang Allah sebutkan dengan lafazh “Al-Ith’am” atau “Ath-Tha’am” (memberikan makan) maka harus benar-benar ditunaikan dalam bentuk makanan. …. Jadi jika disebutkan dalam dalil dengan lafazh “Al-Ith’am” atau “Ath-Tha’am”(memberikan makan) maka tidak bisa diwakili/diganti dengan dirham (uang). Oleh karena itu orang yang sudah lanjut usia yang berkewajiban memberi makan sebagai ganti dari puasa (yang ia tinggalkan), maka tidak bisa diganti dalam bentuk uang. Walaupun dia membayar dalam bentuk uang senilai dengan harga makanan sebanyak sepuluh kali, maka itu tidak bisa menggugurkan kewajibannya. Karena itu merupakan perbuatan melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh dalil.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin XVII/84).

Jumaat, 16 Ogos 2013

Fidyah Puasa

Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang
Perlu diketahui bahwa tidak boleh fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman,
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.
Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Mengeluarkan fidyah tidak bisa digantikan dengan uang sebagaimana yang penanya sebutkan. Fidyah hanya boleh dengan menyerahkan makanan yang menjadi makanan pokok di daerah tersebut. Kadarnya adalah setengah sho’ dari makanan pokok yang ada yang dikeluarkan bagi setiap hari yang ditinggalkan. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg. Jadi, tetap harus menyerahkan berupa makanan sebagaimana ukuran yang kami sebut. Sehingga sama sekali tidak boleh dengan uang. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.” Dalam ayat ini sangat jelas memerintah dengan makanan.”[9]
Cara Pembayaran Fidyah
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,
  1. Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa)[10].
  2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.[11]
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.[12] Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”[13]
Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua[14].
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.[15]
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.

Khamis, 15 Ogos 2013

Pesanan Ubay bin Ka`ab

"Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah niscaya Allah akan gantikan dengan yang lebih baik dari arah yang tidak diketahui. Dan barang siapa bakhil terhadap rizki Allah niscaya Allah akan ambil darinya dari arah yang tidak diketahui."

Selasa, 6 Ogos 2013

Doa Memohon Ditambahkan Ilmu

Doa Pertama
Sebagaimana yang diajarkan Allah ta’ala dalam firman-Nya :
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
ROBBI ZIDNII ‘ILMAA
Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” [QS. Thaha : 114].
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
واضح الدلالة في فضل العلم، لأن الله تعالى لم يأمر نبيه صلى الله عليه وسلم بطلب الازدياد من شيء إلا من العلم
“Ayat tersebut merupakan dalil yang jelas tentang keutamaan ilmu, karena Allah ta’alatidaklah memerintah Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuati kecuali ilmu” [Fathul-Baariy, 1/141].
Doa Kedua
Dari Ummu Salamah, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa setelah shalat Shubuh :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا طَيِّبًا، وَعِلْمًا نَافِعًا، وَعَمَلا مُتَقَبَّلا "
ALLOOHUMMA INNII AS-ALUKA RIZQON THOYYIBAN WA ‘ILMAN NAAFI’AN WA ‘AMALAN MUTAQOBBALAA
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadamu rizki yang baik, ilmu yang bermanfaat, dan amalan yang diterima” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 925, Al-Ismaa’iliy dalamMu’jamusy-Syuyuukh hal. 624-625 no. 255, dan yang lainnya; shahih].
Doa Ketiga
Dari Mak-huul : Bahwasannya ia pernah masuk menemui Anas bin Maalik, lalu ia mendengarnya menyebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa :
اللَّهُمَّ نَفِّعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي
ALLOOHUMMA NAFFI’NII BIMAA ‘ALLAMTANII WA ‘ALLIMNII MAA YANFA’UNII
“Ya Allah, berikanlah manfaat dari ilmu yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkan kepadaku apa yang bermanfaat bagiku” [Diriwayatkan An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 7819, Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin 4/302-303 no. 3371 dan dalam Al-Ausathno. 1748, Al-Haakim 1/510 – dan ia menshahihkannya - , dan yang lainnya].
Doa Keempat
Sebagaimana yang diajarkan Allah ta’ala dalam firman-Nya :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
ROBBANAA AATINAA FID-DUN-YAA HASANAH WA FIL-AAKHIROTI HASANAH WA QINAA ‘ADZAABAN-NAAR
Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” [QS. Al-Baqarah : 201].
Al-Hasan (Al-Bashriy) rahimahullah berkata :
الحسنة في الدنيا: العلم والعبادة وفي الآخرة: الجنة
Hasanah (kebaikan) di dunia adalah ilmu dan ibadah, sedangkan (kebaikan) di akhirat adalah surga” [Lathaaiful-Ma’aarif oleh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy, hal. 290].

Azan Masjid Shah Alam seperti Bilal di Mekah * WAJIB TONTON *

Isnin, 5 Ogos 2013

Dua Kebahagian Bagi Orang Yang Berpuasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
"Bagi orang yang berpuasa akan merasakan dua kebahagiaan: (1) kebahagiaan ketika berbuka, dan (2) kebahagiaan ketika berjumpa dengan Allah." (HR. Muslim no.
 151)

Sumber : Rumaysho.Com

Riwayat Hidup Abdullah bin Mas`ud

Pemuda Pemberani, Pelantun Al-Quran dihadapan Kaum Kafir
Abdullah bin Mas’ud adalah Sahabat Nabi Muhammad SAW. Abdullah bin Mas’ud termasuk dalam golongan pertama yang masuk Islam (as-sabiquna al-awalun). Ia memiliki kepandaian dan pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Ia memperoleh umur yang panjang dan hidup hingga masa Khalifah Utsman bin Affan dan meninggal yang disebabkan usia yang tua.
Masyarakat di sekitarnya memanggilnya Ibn Umm Abd atau putra dari budak wanita. Namanya sendiri adalah Abdullah dan nama ayahnya adalah Mas’ud. Dia adalah sahabat Rasulullah SAW yang ketika kecil merupakan penggembala kambing milik salah satu ketua adat Bani Quraisy bernama Uqbah bin Muayt.
Suatu hari, ia mendengar kabar tentang kenabian Rasulullah. Namun Abdullah tidak tertarik dan tidak ingin tahu mengingat usianya yang masih kecil. Selain itu, ia memang jauh dari komunitas masyarakat Makkah, karena pekerjaannya sebagai penggembala kambing, yang terbiasa berangkat pagi dan pulang petang hari.
Suatu hari, ketika ia tengah menjaga ternaknya, ia melihat dua orang pria paruh baya bergerak mendekatinya dari kejauhan. Mereka terlihat lelah, dan sangat kehausan. Mereka kemudian berjalan ke arahnya, memberikan salam dan memintanya memerah susu kambing yang ia gembalakan sehingga mereka dapat minum. Namun Abdullah berkata ia tidak bisa memberikannya kepada mereka. “Kambing-kambing ini bukan milikku, saya hanya memeliharanya,” ujarnya jujur. Mendapat jawaban seperti itu, kedua pria ini tidak memberikan bantahan. Meskipun mereka sangat kehausan, namun mereka sangat senang dengan jawaban jujur dari sang bocah penggembala ini. Kegembiraan ini terlihat jelas dari wajah mereka. Di lubuk hati Abdullah, ia juga mengagumi tamunya.
Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh bocah ini, dan tampak dari wajahnya bahwa mereka menerima alasan bocah itu. Lalu salah seorang di antara mereka berkata kepada bocah tadi, “Tunjukkan kepadaku seekor domba jantan!” Maka bocah tersebut menunjuk ke arah seekor domba kecil yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama Allah. Bocah tadi mengamati apa yang dilakukan pria ini dengan penuh keheranan. “Bagaimana mungkin seekor domba jantan kecil dapat mengeluarkan susu?!” gumamnya.
Akan tetapi, puting susu kambing itu tiba-tiba menggelembung, lalu keluarlah susu yang begitu banyak darinya. Lalu pria yang lain mengambil sebuah batu kering dari tanah. Kemudian batu tersebut diisinya dengan susu. Dan keduanya minum dengan batu tersebut. Lalu keduanya memberikan susu itu kepadaku untuk diminum. Aku hampir saja tidak mempercayai apa yang baru saja kulihat. Setelah kami merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu tersebut sehingga puting kambing kembali seperti sedia kala.
Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi: “Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau adalah seorang bocah yang terpelajar!” Peristiwa tersebut adalah awal mula Abdullah bin Mas’ud mengenal Islam. Karena pria yang penuh berkah tadi tiada lain adalah Rasulullah SAW, dan sahabat yang menyertainya saat itu adalah Abu Bakar.
Pada hari itu mereka berdua pergi menuju lereng-lereng Makkah, karena  menghindari penyiksaan oleh suku Quraisy. Tak lama berselang dari peristiwa itu, Abdullah bin Mas’ud menyatakan masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah SAW untuk membantu Beliau. Maka Rasulullah SAW menjadikan dia sebagai pembantunya.
Abdullah bin Mas’ud menerima pelatihan kerumahtanggaan yang istimewa dari Rasul. Dia senantiasa berada di bawah pengawasan Rasul, karenanya ia meniru semua kebiasaan dan mengikuti setiap apa yang dikerjakan Rasulullah.
Kepribadian beliau :
Beliau adalah sahabat Rasulullah yang sangat lembut, sabar dan cerdik. Abdullah termasuk ulama pandai, sehingga dikatakan sebagai al-Imam al-Hibr (pemimpin yang alim, yang saleh). Faqihu al-Ummah (Fakihnya umat). Ia termasuk bangsawan mulia, termasuk sebaik-baik manusia dalam berpakaian putih.
Beliau adalah sahabat yang senang dengan ilmu, baik menimba ilmu atau mengamalkannya. Sehingga dinyatakan, bahwa di awal keislamannya, yang dinginkan adalah diajari Al-Quran. Sehingga dalam suatu pertemuan dengan Rasulullah berkat kecemerlangan akalnya lansung bisa menimba ilmu dari lisan Rasulullah sebanyak 70 ayat. Karena senangnya terhadap ilmu, bahwa orang yang pertama kali men-jahr-kan Al-Quran di Makkah setelah Rasulullah adalah Ibnu Mas’ud. Dan orang yang pertama kali membaca dari lubuk hatinya adalah Abdullah bin Mas’ud.
Sesungguhnya Rasulullah pernah berjalan dengan Ibnu Mas’ud, sedang Ibnu Mas’ud membaca ayat satu huruf-satu huruf. Maka beliau bersabda, “Barang siapa senang membaca Al-Quran dengan cara yang baik (merendahkan diri) sebagaimana diturunkan, maka dengarkanlah bacaan Ibnu Mas’ud.”
Dan masih banyak riwayat yang lain tentang pujian Rasulullah terhadap Ibnu Mas’ud. antara lain :
-          Hudzaifah berkata, “Sungguh orang-orang pilihan (yang terjaga) dari para sahabat, mereka mengetahui bahwa Abdullah bin Mas’ud adalah termasuk sahabat yang lebih dekat dengan Nabi di sisi Allah.” (HR.Hakim)
-          Kedua kaki Ibnu Mas’ud lebih berat dari gunung Uhud dalam timbangan hari kiamat. Dari Ali, ia berkata, Rasulullah menyuruh Ibnu Mas’ud memanjat pohon untuk mengambil sesuatu. Maka tatkala para sahabat melihat dua betisnya yang kecil, mereka tertawa. Kemudian Rasulullah bersabda, “Apa yang kamu tertawakan ? Sungguh kaki Abdullah lebih berat dari pada Gunung Uhud pada hari kiamat.” (HR.Ahmad)
-          Beliau adalah pembawa siwak dan kedua sandal Rasulullah. Ia adalah sahabat yang membangunkan Rasulullah tatkala tidur dan mengambilkan wudhunya. Semua ini ia lakukan waktu safar.
-          Abdullah bin Mas’ud mendengar tasbihnya makanan.
-          Beliau adalah sahabat yang menyerupai Nabi dalam hal ketenangan dan wibawanya.
Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan Al-Quran dengan suara merdu.
Di kemudian hari setelah masuk Islam, ia tampil di depan majelis para bangsawan di sisi Ka’bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu Ilahi Al-Quranul Karim:
“Bismillahirrahmaanirrahiim…
Allah yang Maha Rahman…
Yang telah mengajarkan Al-Quran…
Menciptakan insan…
Dan menyampaikan padanya penjelasan…
Matahari dan bulan beredar menurut…
Perhitungan…
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama…
Sujud kepada Tuhan…”
Lalu di lanjutkannya bacaanya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka… dan tak tergambar dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka…, tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan pengembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy… yaitu Abdullah bin Mas’ud, seorang yang miskin yang hina dina…!
Marilah kita dengan keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat menarik dan menakjubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair ra katanya:
“Yang mula-mula mendaras Al-Quran di Mekah setelah Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Mas’ud ra, pada suatu hari para sahabat Rasulullah SAW berkumpul, kata mereka, “Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikitpun Al-Quran ini dibaca dengan suara keras di hadapan mereka. Nah, siapa diantara kita yang bersedia mendengarkannya kepada mereka…?”
Maka kata Abdullah bin Mas’ud, “Saya.” Kata mereka, “Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan adalah seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankan dari orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat…” “Biarkanlah saya!”kata Abdullah bin Mas’ud pula, “Allah pasti membela.”
Maka datanglah Abdullah bin Mas’ud kepada kaum Quraisy di waktu Dhuha, yakni ketika mereka berada di balai pertemuannya… Ia berdiri di panggung lalu membaca “Bismillahirrahmaanirrahiimi” dan dengan mengeraskannya suaranya; Arrahman…’allamal Quran…
Lalu sambil menghadap kepada mereka diteruskanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil bertanya sesamanya, “Apa yang di baca oleh anak si Ummu’Abdin itu…? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!”
Mereka bangkit mendatanginya dan memukulinya, sedang Abdullah bin Mas’ud membacanya sampai batas yang dikehendaki Allah… Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak belur ia kembali kapada para sahabat. Kata mereka, “Inilah yang kami khawatirkan tentang dirimu…!” Ujar Abdullah bin Mas’ud, “Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat yang sama esok hari…!” Ujar mereka, “Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!”
Keberanian Beliau
Abdullah bin Mas’ud masuk Islam sebelum masuknya Rasulullah ke Darul Arqam. Ia ikut perang Badar, Uhud, Khandaq dan perang lainnya. Semuanya dilakukan bersama Rasulullah. Pada perang Badar Rasulullah bersabda, “siapa yang mau datang kepadaku dengan membawa kabar Abu Jahal?” Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Saya ya Rasulullah.” : lantas ia pergi. tiba-tiba dijumpai dua anak ‘Afra’ telah memukul abu Jahal sehingga pingsan. Kemudian Abdullah menginjak leher Abu Jahal dengan kakinya dan ditebasnya kepala Abu Jahal. Kepala Abu Jahal kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah dan Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Ya Rasulullah inilah kepala Abu Jahal.’
Maka Rasulullah bersabda,
“Allah yang tiada ilah kecuali Dia (3x). kemudian beliau melanjutkan, Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang telah benar janji-Nya dan telah menolong Hamba-Nya, serta mengalahkan golongan-golongan.” (Fathul Bari dan Zadul Ma’ad)
Wafatnya
Abdullah bin Mas’ud masih hidup hingga masa khilafah Utsman bin Affan ra. Saat ia mendekati ajalnya, Utsman menjenguknya lalu bertanya, “Apa yang kau keluhkan?” Ia menjawab: “Dosa-dosaku.” Utsman bertanya: “Apa yang kau inginkan?” Ia menjawab: “Rahmat Tuhanku.” Utsman bertanya: “Apakah engkau menginginkan jatahmu yang selalu kau tolak sejak bertahun-tahun lalu?”“Aku tidak memerlukannya.” Utsman berkata: “Itu akan bermanfaat bagi putri-putrimu sepeninggalmu nanti” Ia berkata, “Apakah engkau khawatir anak-anakku menjadi faqir? Aku telah memerintahkan mereka untuk membaca surat Al-Waqiah setiap malam. Aku pernah mendengar sabda Rasul SAW: ‘Siapa yang membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan terkena kefakiran untuk selamanya.” Ia menjawab:
Beliau Wafat di Madinah pada tahun 32 H , dalam usia 60 tahun lebih. Jenazahnya dishalatkan oleh ribuan kaum muslimin; termasuk didalamnya Zubair bin Awwam, Ammar bin Yasir. Beliau kembali kepangkuan Ilahi. Lisannya basah dengan zikir kepada Allah. Pada malam wafatnya, ia langsung dimakamkan di Baqi’ sebuah pekuburan di Madinah Al-Munawwarah. Semoga Allah meridhainya dan merahmatinya.