HR. Ibnu Majah: 723, Hakim dalam Al-Mustadrak: 1/205 dan dia mengatakan hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan pendapat ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Al-Mundziri mengatakan dalam At-Targhib wa At-Tarhib: 1/111: "Hadits ini sebagaimana dikatakannya (Hakim). Hadits ini juga dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilah Hadits Shahih: 42, dan di Shahih Ibnu Majah: 1/226
Ahad, 30 Disember 2012
Bab : Azan
"Siapa
saja yang melakukan Adzan sebanyak dua belas kali dalam setahun maka dia berhak
masuk sorga, dan akan dicatatkan baginya enam puluh kebaikan setiap hari dia
Adzan, dan untuk setiap qomat (dicatatkan ) tiga puluh kebaikan
HR. Ibnu Majah: 723, Hakim dalam Al-Mustadrak: 1/205 dan dia mengatakan hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan pendapat ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Al-Mundziri mengatakan dalam At-Targhib wa At-Tarhib: 1/111: "Hadits ini sebagaimana dikatakannya (Hakim). Hadits ini juga dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilah Hadits Shahih: 42, dan di Shahih Ibnu Majah: 1/226
HR. Ibnu Majah: 723, Hakim dalam Al-Mustadrak: 1/205 dan dia mengatakan hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan pendapat ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Al-Mundziri mengatakan dalam At-Targhib wa At-Tarhib: 1/111: "Hadits ini sebagaimana dikatakannya (Hakim). Hadits ini juga dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilah Hadits Shahih: 42, dan di Shahih Ibnu Majah: 1/226
Sabtu, 29 Disember 2012
Bab : Fatwa Ulama Tidak Boleh Berbilang Jamaah.
Al-’Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah :
Soal : Bagaimana hukum syari’at tentang berbilangnya jama’ah-jama’ah, hizb-hizb, dan organisasi-organisasi Islam dengan perbedaan di antara mereka pada masalah manhaj, uslub, dakwah, dan ’aqidahnya, serta dasar yang mereka berada di atasnya, khususnya (ketika kita ketahui) bahwa jama’ah yang haq itu adalah satu sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits ?
Jawab : Kita memiliki banyak kalimat dan bermacam-macam jawaban sekitar hal ini. Oleh karena itu, kita akan meringkas ucapan padanya. Kita ucapkan : ”Tidak samar bagi seorang muslim yang mengerti kitab dan sunnah dan apa yang ada di atasnya as-salafush-shalih radliyallaahu ’anhum bahwa berpartai-partai serta berkelompok-kelompok dalam jama’ah-jama’ah yang berbeda-beda pemikirannya – pertama – dan manhaj serta uslub – kedua – bukanlah dari Islam sedikitpun. Bahkan yang demikian itu termasuk yang dilarang oleh Rabb kita ’azza wa jalla pada lebih dari satu ayat dalam Al-Qur’an Al-Karim, diantaranya :
”Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Ar-Ruum : 31 – 32).
Rabb kita juga berfirman :
”Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (QS. Huud : 118 – 119).
Dalam ayat ini Allah tabaraka wa ta’ala mengecualikan dari orang-orang yang berselisih yang pasti akan terjadi secara kauniyyah (taqdir) dan bukan secarasyar’iyyah (bukan perintah syar’i). Dia mengecualikan dari perselisihan itu kelompok yang dirahmati. Dia berkata : { إلا مَن رَحِم رَبُك} ”kecuali yang dirahmati oleh Rabb-mu”.
Tidak ada kebimbangan dan keraguan bahwa jama’ah yang menginginkan dengan kesungguh-sungguhan yang tingi dan ikhlash karena Allah ’azza wa jalla untuk menjadi umat yang dirahmati yang dikecualikan dari perselisihan yang mesti terjadi secara kauni ini. Sesungguhnya itu tidak ada jalan lain untuk mencapai kepadanya dan untuk mewujudkan secara amal dalam masyarakat Islam kecuali dengan kembali kepada Al-Kitab dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, dan kepada apa yang ada di atasnya para pendahulu kita yang shalih (salafunash-shalih).
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah menjelaskan manhaj dan jalan yang selamat tidak hanya dalam satu hadits yang shahih. Misalnya (hadits) : ”Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam pada suatu hari menggaris di tanah satu garis lurus, kemudian beliau menggariskan di sekitarnya garis-garis yang pendek dari sisi garis yanglurus tadi. Kemudian beliau membaca firman Allah : ”Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya” (QS. Al-An’am : 153). Dan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melewati dengan jarinya garis lurus tadi dan berkata :”Ini adalah jalan Allah, dan ini jalan-jalan dari sisi garis lurus tadi” – dan beliau bersabda : ”Dan di atas setiap jalan itu ada syaithan yang mengajak kepadanya”.
Tidak ada keraguan lagi bahwa jalan-jalan yang pendek tersebut itulah yang diperankan oleh jama’ah-jama’ah dan partaipartai yang bermacam-macam. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim yang semangat untuk menjadi golongan yang haq dari kelompok yang selamat (al-firqatun-najiyyah) untuk berjalan di jalan yang lurus dan agar tidak mengambil jalan ke kanan dan ke kiri. Tidak ada di sana satu pun hizb yang selamat kecuali hizbullah tabaraka wa ta’ala yang telah sampai kepada kita dalam Al-Qur’anul-Karim :
Tidak ada keraguan lagi bahwa jalan-jalan yang pendek tersebut itulah yang diperankan oleh jama’ah-jama’ah dan partaipartai yang bermacam-macam. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim yang semangat untuk menjadi golongan yang haq dari kelompok yang selamat (al-firqatun-najiyyah) untuk berjalan di jalan yang lurus dan agar tidak mengambil jalan ke kanan dan ke kiri. Tidak ada di sana satu pun hizb yang selamat kecuali hizbullah tabaraka wa ta’ala yang telah sampai kepada kita dalam Al-Qur’anul-Karim :
”Ketahuilah, sesungguhnya hizbullah itulah yang akan menang”.
Kalau begitu, seluruh hizb yang bukan hizbulah, maka tidak lain ia merupakanhizbusy-syaithan dan bukan hizbur-rahman. Dan tidak ada kebimbangan dan keraguan bahwa berjalan di atas jalan yang lurus (ash-shiraathul-mustaqiim) membutuhkan pengetahan tentang jalan yang lurus tersebut dengan pemahaman yang benar. Dan tidak akan terjadi hanya dengan berkelompok, berpartai buta atas kalimat Islam – yang itu merupakan kalimat yang haq – namun mereka tidak memahami Islam tersebut sebagaimana pemahaman yang diturunkan Allah kepada hati Muhammad shallallaahu ’alaihi wasallam.
Oleh karena itu, ciri-ciri golongan yang selamat yang dijelaskan oleh Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam ketika ditanya tentangnya adalah :
”Ia adalah siapa saja yang aku dan para shahbaatku berada di atasnya”.
Jadi, hadits ini memberikan pengertian kepada seorang pembahas yang sungguh-sungguh untuk mencari pengertian ash-shiraatul-mustaqiim bahwasannya wajib untuk berada di atas ilmu tentang dua perkara yang sangat penting :
Pertama : apa yang Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasalam ada di atasnya.
Kedua : apa yang para shahabat beliau radliyallaahu ’anhum berada di atasnya.
Yang demikian karena para shahabat yang mulia itulah yang menukil kepada kita pertama kali petunjuk Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam dan sunnahnya – itu yang pertama; sedangkan yang kedua, : merekalah yang paling baik dalam mempraktekkan sunnah ini dengan sunnah amaliyyah. Maka tidak mungkin bagi kita jika keadaan seperti ini untuk mengenal sunnah Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam dengan pemahaman yang benar kecuali dengan jalan atau dengan melalui para shahabatnya....... Yang membuktikan atas hal ini adalah bahwa pemahaman Islam yang benar tidak ada jalannya kecuali dengan mengetahui sirah para shahabat dan bagaimana mereka mempraktekkan Islam yang agung ini yang telah mereka terima dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam; apakah dengan ucapannya, perbuatannya, atau dengan persetujuannya.
Dengan demikian, kita meyakini dengan mantap bahwa setiap jama’ah yang tidak tegak tomggak-tonggaknya di atas asas Al-Kitab dan As-Sunnah serta manhaj as-salafush-shalih dengan dirasah (pelajaran) yang sangat luas, mencakup segala hukum-hukum Islam, yang besar dan yang kecil, ushul dan furu’-nya, maka jama’ah tersebut bukanlah Al-Firqatun-Najiyyah yang berada di atas ash-shiraathul-mustaqiim yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dalam hadits yang shahih.
Jika kita anggap ada jama’ah-jama’ah yang berpencar-pencar di negeri-negeri Islam dengan manhaj ini, maka ini bukan hizb-hizb (yang dilarang oleh ayat tadi). Tetapi itu sesungguhnya adalah jama’ah yang satu, satu manhaj dan satu jalannya. Adapun berpencarnya mereka di berbagai negeri bukanlah merupakan perpecahan dalam pemikiran, aqidah, dan manhaj; tetapi mereka berpisah hanya karena terpisahnya tempat-tempat mereka di banyak negeri. Hal itu berbeda dengan jama’ah-jama’ah dan hizb-hizb yang berada di satu negeri, tetapi masing-masing membanggakan apa yang ada pada diri mereka. Kita tidak yakin jika hizb-hizb ini berada di jalan yang lurus. Bahkan kita mantap dengan mengatakan bahwasannya jama’ah-jama’ah tersebut berada di jalan-jalan yang di atasnya ada syaithan yang mengajak kepadanya. Semoga ini adalah jawaban dari apa yang telah lewat”
[selesai – Fatawaa Asy-Syaikh Al-Albani oleh ‘Ukasyah bin ‘Abdil-Manan Ath-Thibi, cet. I, Maktabah At-Turats Al-Islamy, hal. 106 – 114].
Teks Asli :
Fadliilatusy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah : Soal : Apakah ada nash-nash dalam Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallaahu ’alaihi wasallam yang di dalamnya membolehkan berbilangnya jama’ah dan al-ikhwan ?
Jawab : Ya,.... aku katakan : Tidak ada dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah apa-apa yang membolehkan berbilangnya hizb-hizb dan jama’ah-jama’ah. Akan tetapi, yang terdapat dalam Al-Kitab dan As-Sunnah adalah mencela yang demikian itu. Allah ta’ala telah berfirman :
”Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” (QS. Al-An’am : 159).
Dan Dia juga berfirman :
”Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Ar-Ruum : 32).
Tidak diragukan lagi bahwasannya hizb-hizb inilah yang dinafikkan oleh apa-apa yang diperintahkan Allah dengannya. Bahkan, apa-apa yang dianjurkan oleh Allah padanya (untuk bersatu serta tidak berpecah-belah) adalah seperti firman-Nya :
”Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku” (QS. Al-Mukminuun : 52).
Adapun ucapan mereka : ”Sesungguhnya tidak mungkin bagi dakwah akan menjadi kuat kecuali di bawah sebuah hizb (jama’ah)”.
Kita katakan : ”Ini tidak benar, bahkan sesungguhnya dakwah menjadi kuat jika setiap manusia itu terikat di bawah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallalaahu ’alaihi wasallam dengan mengikuti atsar Nabi-Nya shallallaahu ’alaihi wasallam dan para khalifahnya yang lurus”.
[selesai – kaset : Majmuu’ Kalaamil-’Ulamaa fii ’Abdirrahman ’Abdil-Khaliq (Kumpulan Perkataan Para Ulama terhadap ’Abdurrahman ’Abdul-Khaliq) – side B].
Bab : Contohi Rasulullah
Lihatlah Rasulullah. Beliau rela untuk tetap berdakwah walau banyak sekali ujian yang harus dilalui. Beliau rela dimusuhi, diperangi, dicaci maki, dianggap orang gila, dan disakiti. Hanya satu yang menguatkan beliau: Aku lakukan dakwah ini semata untuk Allah, tak berharap imbalan dari manusia.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/12/25986/sumber-energi-itu-untuk-allah/#ixzz2GOfWF2Gq
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/12/25986/sumber-energi-itu-untuk-allah/#ixzz2GOfWF2Gq
Jumaat, 28 Disember 2012
Bab : Tetangga
Islam menginginkan terciptanya kehidupan bermasyarakat yang nyaman dan tenteram. Bahkan bagian dari keimanan seorang muslim adalah sikapnya terhadap sang tetangga. Rasulullah SAW mengingatkan suatu ketika : “Demi Allah tidak beriman, “Demi Allah tidak beriman, “Demi Allah tidak beriman”. Para shahabat bertanya siapakah mereka wahai Rasulullah? “Yaitu orang yang tidak memberikan rasa aman bagi tetangganya dari kejahatan dirinya”
(HR Muslim)
(HR Muslim)
Rabu, 26 Disember 2012
Bab : Wanita Solehah
“Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)
Selasa, 25 Disember 2012
Bab : Jangan Mengharamkan Benda-Benda Yang Baik
Surah Al Maa'idah | |
Ayat 87 | |
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ | |
|
Khamis, 13 Disember 2012
Bab: Dermawan dan Bakhil
“Orang dermawan itu dekat kepada Allah, dekat pada syurga, dekat dengan manusia dan jauh daripada neraka. Sedang orang bakhil itu jauh daripada Allah, jauh daripada syurga, jauh daripada manusia, namun dekat dengan neraka. Sungguh orang bodoh yang suka memberi itu lebih baik pada pandangan Allah daripada orang alim yang bakhil.”
(Riwayat Tirmidzi)
Sumber Mencari Kebahagian Hidup.
Jumaat, 7 Disember 2012
Bab : Orang Beriman Yang Berjaya
Surah Al Mu'minuun
| |
Ayat 1
| |
| |
Sesungguhnya berjayalah orang yang beriman.
|
Ayat 2
| |
| |
Iaitu mereka yang khusyuk dalam sembahyangnya.
|
Ayat 3
| |
| |
Dan mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia.
|
Ayat 4
| |
| |
Dan mereka yang berusaha membersihkan hartanya dengan menunaikan zakat harta itu.
|
Ayat 5
| |
| |
Dan mereka yang menjaga kehormatannya.
|
Ayat 6
| |
| |
Kecuali kepada isterinya atau hamba sahayanya, maka sesungguhnya mereka tidak tercela.
|
Ayat 7
| |
| |
Kemudian, sesiapa yang mengingini selain dari yang demikian, maka merekalah orang yang melampaui batas.
|
Ayat 8
| |
| |
Dan mereka yang menjaga amanah dan janjinya.
|
Ayat 9
| |
| |
Dan mereka yang tetap memelihara sembahyangnya.
|
Ayat 10
| |
| |
Mereka itulah orang yang berhak mewarisi.
|
Ayat 11
| |
| |
Yang akan mewarisi Syurga Firdaus; mereka kekal di dalamnya.
|
Selasa, 4 Disember 2012
Bab : Mati Syahid
Subhanallah,
Asy-Syahid di dalam gambar ialah Khalil al-Sharif Khalil Rahman.
Beliau syahid 16 tahun yang lalu.
Kuburnya dibuka untuk menanam Syahid yang baru di sebelahnya, namun yang mengejutkan ialah selepas ia dibuka, jasadnya masih kekal seakan baru ditanam.
p/s:Pengorbanan rakyat Palestin mempertahankan tanahair mereka direstui Allah dengan memberi kepada mereka sebagai Asy-Syahid.......insya Allah moga kita juga mempunyai kesanggupan sebagai Asy-Syahid.
Sumber gambar : Suwar Min Ghazza & page Fb Aman Palestin Mesir
Bab : Perayaan Orang Kafir
Hukum Menyambut dan Ikut Merayakan Hari Raya atau Pesta-pesta Orang-orang
Kafir
Syaikh
Shalih bin Fauzan al-Fauzan خفظه
الله
Hukum ikut merayakan pesta, Walimah (pesta pernikahan,-peny),
Hari Bahagia atau Hari Duka mereka dengan hal-hal yang Mubah serta
berta'ziyah pada musibah mereka.
Tidak boleh memberi ucapan selamat (tahniah) atau ucapan
belangsungkawa (ta'ziyah) kepada mereka, karena hal itu berarti memberikan wala'
dan mahabbah kepada mereka. Juga dikarenakan hal tersebut mengandung arti
pengagungan (penghormatan) terhadap mereka. Maka hal itu diharamkan berdasarkan
larangan-larangan ini. Sebagaimana haram mengucapkan salam terlebih dahulu atau
membuka jalan bagi mereka.
Imam Ibnul Qayyim رحمه
الله berkata, "Hendaklah berhati-hati jangan sampai terjerumus
sebagaimana orang-orang bodoh, ke dalam ucapan-ucapan yang menunjukkan ridha
mereka terhadap agamanya. Seperti ucapan mereka, "Semoga Allah membahagiakan
kamu dengan agamamu", atau "memberkatimu dalam agamamu", atau berkata, "Semoga
Allah memuliakannmu". Kecuali jika berkata, "Semoga Allah memuliakanmu dengan
Islam", atau yang senada dengan itu. Itu semua tahniah dengan
perkara-perkara umum.
Tetapi jika tahni'ah itu dengan syi'ar-syi'ar kufur yang khusus
milik mereka seperti hari raya dan puasa mereka, dengan mengatakan, "Selamat
hari raya Natal" umpanya atau "Berbahagialah dengan hari raya ini" atau yang
senada dengan itu, maka jika yang mengucapakannya selamat dari kekufuran, dia
tidak lepas dari maksiat dan keharaman. Sebab itu sama halnya dengan memberikan
ucapan selamat terhadap sujud mereka kepada salib ; bahkan di sisi Allah hal itu
lebih dimurkai daripada memberikan selamat atas perbuatan meminum khamr,
membunuh orang atau berzina atau sebangsanya.
Banyak sekali orang yang terjerumus dalam hal ini tanpa menyadari
keburukannya. Maka barangsiapa memberikan ucapan selamat kepada seseorang
melakukan bid'ah, maksiat atau kekufuran maka dia telah menantang murka Allah.
Para ulama wira'i (sangat menjauhi yang
makruh, apalagi yang haram), mereka senantiasa menghindari tahni'ah
kepada para pemimpin zhalim atau kepada orang-orang dungu yang diangkat sebagai
hakim, qadhi, dosen, atau mufti; demi untuk menghindari murka Allah dan
laknat-Nya. (Ahkam
Ahli Dzimmah, tahqiq Dr Subhi Shalih, 1/205-206)
Dari uraian tersebut jelaslah, memberi tahniah kepada orang-orang
kafir atas hal-hal yang diperbolehkan (mubah) adalah dilarang jika
mengandung makna yang menunjukkan rela kepada agama mereka. Adapun memberikan
tahni'ah atas hari-hari raya mereka atau syi'ar-syi'ar mereka adalah haram
hukumnya dan sangat dikhawatirkan pelakunya jatuh pada
kekufuran.[]
________________
Sumber : Ibnumajjah.wordpres
Isnin, 3 Disember 2012
Bab : Memburu
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
وَمَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ الْمُعَلَّمِ فَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ فَكُلْ، وَمَا صِدْتَ بِكَلْبِكَ غَيْرِ مُعَلَّمٍ فَأَدْرَكْتَ ذَكَاتَهُ
فَكُلْ
“Adapun binatang yang engkau buru dengan anjingmu yang terlatih dan engkau menyebutkan nama Allah, maka makanlah. Adapun binatang yang engkau buru dengan anjingmu yang tidak terlatih kemudian engkau dapat menyembelihnya, maka makanlah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy, Muslim, At-Tirmidziy, Abu Daawud, dan yang lainnya].
Sumber : Abul-Jauzaa Blog
Sabtu, 1 Disember 2012
Bab : Pemberian Allah Kepada Orang Bertaqwa
Al Anfaal ayat 29:
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Langgan:
Catatan (Atom)